-
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
-
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
-
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
-
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
-
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Biografi Sultan Syarif Kasim
Biodata Sultan Syarif Kasim
Nama Lengkap : Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin
Sultan Syarif Kasim II
Lahir : 1 Desember 1893, Siak Sri Inderapura
Meninggal : pada umur 74 tahun di pekanbaru, riau saat tanggal 23 April 1968
Jabatan : Sultan Syarif Kasim 12
Jabatanya Didahului Oleh : Sultan Syarif Hasyim
Berikut Saya Paparkan Biografi Sultan Syarif Kasim Selengkapnya yang saya ambil dari sumber-sumber di internet, baiklah langsung saja
Semasa kecilnya sampai dengan berumur 12 tahun, Sayed Kasim dididik dalam lingkungan istana. Sebagai calon pengganti ayahnya yang pada suatu saat nanti akan menduduiki singgasana pula, ia dididik sebagaimana lazimnya adat istiadat raja-raja, meliputi aspek fisik, mental spiritual atau kerohanian dan kecerdasan.
Ayahandanya merupakan seorang sultan yang kuat memegang prinsip Islam, selain itu juga mempunyai pandangan yang luas serta berusaha dalam meningkatkan kemakmuran kerajaan dan kemakmuran rakyat. Baginda ingin yang menggantikannya kelak dapat memimpin kerajaan dengan prinsip Islam dan pengetahuan yang luas. Untuk itu semua, setelah Sayed Kasim berumur 12 tahun yaitu pada tahun 1904 ia dikirim ke Batavia pusat pemerintahan Hindia Belanda pada ketika itu.
Di Batavia, Sayed Kasim melanjutkan pendidikan mengenai pengetahuan hukum Islam kepada Sayed Husein Al-Habsyi yang merupakan ulama besar dan juga termasuk orang pergerakan pada tahun 1908 mulai berkembang di Batavia. Selain belajar mengenai hukum Islam ia juga menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof Snouck Hurgronye dari Institute Beck en Volten. Pengetahuan yang diperolehnya tidaklah menjadikannya sebagai boneka kolonial tetapi sebaliknya malah membuka mata hatinya untuk menentang Belanda.
Selanjutnya, dalam kehidupannya yang sangat berpengaruh adalah ajaran dari Sayed Husein Al-Habsyi hingga ia menjadi pemeluk agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan yang tinggi. Masa penempaan diri selama 11 tahun dari tahun 1904 sampai tahun 1915 di Batavia yang saat itu selain sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda juga merupakan Pusat Pergerakan Nasional, yang pada waktunya menanamkan pula kepada pemuda Sayed Kasim semangat kesatuan, semangat kemerdekaan dan semangat untuk menentang penjajah. Jiwa anti Belanda yang mendarah daging dalam dirinya dapat dilihat dari sepak terjangnya setelah beliau dinobatkan menjadi sultan.
Saat Sayed Kasim berumur 16 tahun semasa masih menuntut ilmu di Batavia, ayahandanya Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Djailil Syaifuddin mangkat bertepatan tahun 1908. Oleh karena itu, Sayed Kasim tidak langsung dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahndanya, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipegang oleh dua orang pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Besar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama kurang lebih 7 tahun.
Sekembalinya dari Batavia pada 3 Maret 1915, dalam usia 23 tahun Sayed Kasim dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 dengan gelar Sultan Asysyaidis Syarif Kasim Abdul DJalil Syaifuddin.
Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim (Sultan Siak ke-11), dalam melaksanakan pemerintahan baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan. Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan, dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari Datuk-datuk Empat Suku yaitu: Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.
Kekhawatiran Belanda timbul karena pewaris kerajaan adalah orang yang berpendidikan dan progresif, oleh karena itu pengangkatan Sultan Syarif Kasim II kurang disenangi oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, Datuk Empat Suku yang merupakan Dewan Kerajaan tetap menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan. Akibatnya Belanda mulai mengecilkan arti dan fungsi Dewan Kerajaan dan kemudian akhirnya Dewan Kerajaan dihapuskan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Undang-Undang Kerajaan dan Tata Pemerintahan Kerajaan Siak yang tertuang dalam Babul Kawaid yang merupakan pintu segala pegangan dan pedoman sepuluh provinsi Kerajaan Siak semenjak kepemimpinan ayahandanya dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Sultan Siak tidak menerima perubahan yang diusulkan Belanda karena hal ini dirasakan bahwa Belanda terlalu banyak mencampuri urusan kerajaan.
Pemaksaan dan tekanan yang terus menerus dilakukan Belanda akhirnya struktur pemerintahan di daerah-daerah dapat diubah Belanda dari bentuk provinsi menjadi district dan onder district. Kerajaan Siak terdiri dari 5 distrik, yaitu: Distrik Siak, Distrik Selatpanjang, Distrik Bagansiapi-api, Distrik Bukit Batu dan Distrik Pekanbaru.
Setelah Datuk Empat Suku tidak berfungsi lagi, penghasilan hutan tanah yang disebut “pancung alas” tidak boleh lagi dipungut. Pengadilan hanya Kerapatan Tinggi saja dan harus memasukkan controleur, sebagai anggota peraturan rodi dikenakan pada anak negeri. Dari hari ke hari tekanan oleh pihak Belanda semakin terasa dan meresahkan rakyat.
Sultan Siak ke-12 mulai menentang Belanda dan memandang perlu membangun kekuatan fisik karena ancaman Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat.
Pendidikan kemiliteran yang dilaksanakan sultan menimbulkan kebencian Belanda. Belanda menerapkan satu batalion serdadu Belanda di tangsi yang terletak berseberangan dengan Istana Siak. Sedangkan senjata meriam dari Sultan Siak siap siaga di benteng Istana Lama yang dikendalikan suku Bentan.
Sultan menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak supaya diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.
Hutan tanah yang disebut pancung alas kejayaan suku tetap dipertahankan. Peraturan rodi untuk anak negeri ditolak dan tidak dilaksanakan di seluruh Kerajaan Siak. Sultan Siak mengatur sebuah perlawanan bersenjata pada tahun1931 melalui pemberontakan dan perlawanan “si Kojan” yang terjadi di Sungai Pareban, Selat Akar, Merbau. Dengan terpaksa pemerintah Kolonial Belanda mendatangkan bala bantuan Marsose dari Medan dibawah pimpinan Letnan Leiner.
Dalam menentang penjajahan Belanda, Sultan Siak ke-12 memandang kekuatan harus diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat. Untuk itu didirikanlah sekolah bagi anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berbakat.
Pada tahun 1917 Sultan Syarif Kasim II mendirikan Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Pada tahun 1926 Sultan dan Permaisuri Tengku Agung mendirikan sekolah untuk kaum wanita yang diberi nama Latifah School. Pendidikan dimaksud selain untuk menimba pengetahuan agama Islam, juga untuk menanamkan rasa semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme.
Pecahnya Perang Asia Timur Raya pada 1942, tentara Jepang menduduki Singapura dan Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru melalui Sumatera Barat dan Sumatera Utara dengan tujuan utama untuk menghubungi sultan dan para pembesar Belanda di Residen Bengkalis. Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan dari sultan.
Di tangsi militer Belanda, tentara Jepang mengumpulkan pembesar Belanda baik sipil maupun militer. Kemudian mengutus inspektur polisi untuk meminta sultan datang ke kantor Contileur, tetapi sultan menolak dan tetap menunggu di istana.
Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, tata pemerintahan tidak berubah hanya penyebutan nama dan jabatan yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho.
Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-raja) Jepang menangkapi beberapa raja di Riau. Di Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol. Jepang belum berani menangkap Sultan Siak karena takut terjadi pemberontakan, namun penangkapan sebelumnya merupakan peringatan secara tidak langsung kepada sultan.
Sementara itu terjadi pemberontakan orang Sakai terhadap Jepang di daerah Balai Pungut wilayah Mandau. Pemberontakan ini dipimpin oleh Si Kodai dan beberapa kawan-kawannya, sehingga banyak korban dari pihak tentara Jepang. Jepang mengira pemberontakan ini sebagai reaksi atas penangkapan Datuk Wan Entol. Karena itu, Datuk Wan Entol dibebaskan dan sultan mengirim Datuk Johar Arifin bersama OK Muhammad Djamil mengadakan perundingan dan perdamaian dengan Si Kodai, sehingga Si Kodai dapat dibawa ke Siak atas jaminan sultan. Dengan demikian pemberontakan suku Sakai dapat dihentikan.
Pada permulaan kedatangannya, Jepang meminta sultan untuk menyusun pemerintahan baru, tetapi sedikit demi sedikit kekuasaan langsung dipegang oleh Jepang. Sultan praktis tidak memegang kekuasaan lagi. Dalam situasi demikian, sultan masih membuktikan dirinya sebagai pembela rakyat. Sultan menolak mengirimkan tenaga Romusha yang diminta oleh Jepang. Biarpun tak lagi memegang tampuk pemerintahan, namun sultan tetap bertanggung jawab terhadap kerajaan dan rakyatnya.
Berita kekalahan bala tentara Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu pada 15 Agustus 1945 tersiar di daerah Riau pada akhir Agustus 1945. Sultan Siak sudah mendengar berita proklamasi. Sejak muda sampai akhir hayatnya Sultan Syarif Kasim II terkenal taat beribadah dan almarhum sangat dicintai rakyatnya.
Sultan Syarif Kasim II, sultan dari Kerajaan Melayu yang terkenal penentang pemerintahan Hindia Belanda yang gigih. Jasa-jasa beliau sebagai patriot Tanah Air tentulah tidak dapat dilupakan begitu saja.
Menjelang akhir hayatnya, sultan dalam jasmaninya hidup dalam kesunyian kebesarannya, tetapi hatinya tetap dalam gegap gempitanya derap maju kemerdekaan bangsa dan negaranya. Di tengah-tengah dentam palu godam pembangunan beliau berbaring dengan tenang di atas “semburan sejuta barrel” kekayaan alam swapraja-nya dahulu di Rumah Sakit Caltex Rumbai, Pekanbaru. Dan dengan iringan asap mesiu “salvo” penghormatan, beristirahatlah untuk selamanya seorang pejuang yang tidak pernah jauh dari hati rakyatnya.
Pada 6 November 1998 melalui Kepres No.109/TK/1998, Pemerintah RI memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dengan anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana.
5. Penutup
Sejak muda sampai akhir hayatnya Sultan Syarif Kasim II terkenal taat beribadah dan almarhum sangat dicintai rakyatnya. Sultan Syarif Kasim II, sultan dari Kerajaan Melayu yang terkenal penentang pemerintahan Hindia Belanda yang gigih. Jasa-jasa beliau sebagai patriot Tanah Air tentulah tidak dapat dilupakan begitu saja.
Menjelang akhir hayatnya sultan dalam jasmaninya hidup dalam kesunyian kebesarannya, tetapi hatinya tetap dalam gegap gempitanya derap maju kemerdekaan bangsa dan negaranya.
Di tengah-tengah dentam palu godam pembangunan beliau berbaring dengan tenang di atas ‘semburan sejuta barrel’ kekayaan alam swapraja-nya dahulu di Rumah Sakit Caltex Rumbai, Pekanbaru. Dan dengan iringan asap mesiu ‘salvo’ penghormatan, beristirahatlah untuk selamanya seorang pejuang yang tidak pernah jauh dari hati rakyatnya.
Pada 6 November 1998 melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, Pemerintah Republik Indonesia memberi gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dengan anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana
Sejarah Istana Siak
Jembatan Siak
Jembatan Siak, Tengku Agung Sultanah Latifah ini berada di Ibu Kota Kabupaten Siak Provinsi Riau nan membentang elok diatas Sungai Siak. “Sungai Pejantan” adalah julukan sungai ini di masa lampau. Jembatan yang didesain hingga usia lebih dari 100 tahun ini dibangun melalui sistem cable stayed, dengan konstruksi modern. Jembatan Siak dirancang sejak tahun 2001 oleh Tim Ahli dari ITB, memiliki panjang 1.196 meter, lebar 16,95 meter ditambah dua buah trotoar selebar 2,25 meter yang mengapit sisi kanan dan kiri jembatan. Ketinggian Jembatan Siak mencapai 23 meter di atas permukaan air Sungai Siak yang lebarnya mencapai sekitar 300 meter. Di atas jembatan berdiri dua menara setinggi masing- masing 80 meter yang dilengkapi dengan dua buah lift untuk menuju puncak menara. Kedepan dua menara tersebut nantinya akan menjadi “Point Value” di sektor wisata karena akan dibangun lokasi kafe sehingga pengunjung bisa menikmati keindahan panorama Kota Siak yang dilintasi sungai yang meliuk bak seekor naga.
Pembangunan Jembatan Siak dimulai sejak 27 Desember 2002 dengan biaya mencapai Rp. 277 miliar yang murni diambil dari dana APBD Kabupaten Siak. Jembatan yang diresmikan oleh Presiden SBY, Gubernur Riau Rusli Zainal, dan Bupati Siak Arwin AS ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan di wilayah tersebut. Pengaruh jembatan ini sangat besar terhadap perkembangan Kabupaten Siak, baik dari segi ekonomi maupun dari segi wisata. Jembatan Sultanah Latifah ini kian memperkuat Siak sebagai daerah kunjungan wisata Riau karena selain Istana Kesultanan Siak jembatan ini juga banyak dikunjungi para wisatawan.
Mengingat wilayah Kabupaten Siak ini dibelah oleh sungai besar, maka keberadaan jembatan sangatlah berpengaruh bagi perkembangan kabupaten ini. Dan sejak Jembatan Sultanah Agung Latifah difungsikan jalur akses dari Siak menuju Pekanbaru maupun sebaliknya menjadi mudah, kita tidak perlu lagi menggunakan kapal penyeberangan atau melintasi sungai jika ingin melihat obyek-obyek wisata di sana. Sungai Siak sendiri terkenal sebagai sungai terdalam di Indonesia.
Pesona Jembatan “Tengku Agung Sultanah Latifah” memang bak gadis cantik yang memikat setiap pria yang melihatnya, seakan tiada bosan mata mamandang keanggunannya dari tepian yang satu hingga ke pinggiran sungai lainnya. Biasanya pengunjung yang datang dari luar kabupaten langsung berada di atas jembatan untuk berfoto atau memandangi panorama sungai yang meliuk seperti seekor naga, beserta aktifitas pelayaran di bawahnya.
Tidak cukup hanya sampai di situ, banyak alternatif untuk menikmati pesona jembatan ini, salah satunya adalah melihat jembatan dari lokasi “Turap”. Turap adalah bantaran sungai yang dibangun Pemda sepanjang pinggiran sungai Siak di seputaran Kota Siak Sri Indrapura. Sambil menikmati makanan dan minuman yang disajikan para pemilik kafe di lokasi Turap, Anda bisa melihat panorama Jembatan dari kejauhan. Di sore hari, jika beruntung, Anda akan mendapati Sunset. Kilauan air Siak yang berwarna keemasan diterpa sang surya semakin menambah indahnya sang jembatan.
Rupanya Pemda Siak masih memanjakan para wisatawan yang berada di sana. Ada banyak area HotSpot – Free Wifi Accses telah dipasang di sana. Salah satunya adalah yang berada di kawasan Turap. Bagi anda yang suka dunia maya, tinggal buka laptop, fungsikan Wifi-nya dan langsung bisa internetan. Jadi bak kata pepatah “Sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampaui.” Nikmati “gadis pujaan, putri mahkota kerajaan” Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah sambil berbincang ria dengan rekan, handai toland, atau kenalan baru di kejauhan sana - Jembatan Siak, Tengku Agung Sultanah Latifah
Pasar Seni Pusat Cenderamata
Kuliner Khas Siak
Awang Garang Panglima Laut Bermata Satu
Awang Garang adalah seorang pemuda miskin. Kegiatan sehari –harinya menangkap ikan dikarang pantai. Cita –citanya yang ingin menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski pun tidak dibayar, agar dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan disekitar kepulauan segantang lada itu.
Sifatnya yang rajin, membuat para datuk dan batin sayang kepada Awang Garang. Dia bahkan dipercaya menjadi pembantu tukang kapal. Suatu hari sultan riau memerintahkan para datuk dan batin untuk membuat penjajab. Awang Garang pun ikut dalam pembuatan penjajab itu. Pembangunan kapal perang itu dipercayakan sultan kepada tujuh datuk dan batin ditemian, moro sulit, sugi, bulang, Pekaka, sekanan, dan mepar. Tempat pembuatannya di sepakati bersama disebuah pulau antara bulang rempang dan bintan.
Sudah tiga bulan pembuatan kapal itu berlangsung, namun tidak ada tanda –tanda kapal itu terbentuk. Bahan kayu sudah beberapa kali diganti, dari kayu medang tanduk berganti kayu medang tembaga, namun tetap juga tidak menampakkan hasil, para datuk dan batin khawatir sultan menjadi murka mendengar kegagalan tersebut.
Ditengah rasa cemas itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara:” pembuatan kapal perang itu harus memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang Garang mengejutkan semua datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah asal bicara, coba buktikan kata –katamu itu.apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum berat yang akan kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan penjelasan Awang Garang. “ baiklah, datuk. Akan aku buktikan bahwa perkatan itu benar, “ kata Awang Garang tanpa ragu-ragu.
Maka, disiapkannya bahan–bahan yang diperlukan untuk membuat kapal perang itu. papan kapal itu disiapkannya dari medang sirai. Kerangka dalam perahu yang terbentuk seperti gading, dibuatnya dari kayu penaga. Sedangkan lunas kapal itu dibuatnya kayu keledang. Setelah tiga bulan, maka bangunan kapal itu tampak mendekati selesai. Sultan yang menerima kabar itu, sangat senang dan melipat gandakan pembayarannya, sehingga tukang–tukang semakin giat bekerja.
Suatu hari, pada saat Awang Garang sedang megawasi tukang yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal kayu terlempar dan mengenai mata kanannya. “ iya,Allah, pecah mataku, “ jerit Awang Garang menahan sakit. “ dasar kapal sial, aku sumpah kapal ini tak bisa diturunkan kelaut! “ kata Awang Garang diiringi rintihan. Mata kanan pun menjadi buta. Dan dia terpaksa memakai penutup mata yang berwarna hitam. Awang Garang kemudian pergi meninggalkan pekerjaannya sebagai pembatu tukang penjajab.
Dua bulan setelah ditinggalkan Awang Garang, maka menjadilah pejajab yang telah lama yang dikerjakan. Akhirnya tiba saatnya kapal itu turun kelaut. Telah berhari-hari para datuk dan batin mencoba menurunkannya kelaut, namun kapal itu tetap diam ditempatnya. Jangankan menurunnya kelaut, mengeser sedikit pun tidak bisa mereka lakukan. Sedang sultan telah bertitah bahwa kapal itu harus segera melaut untuk menghalau lanun yang semakin meraja lela di kepulauan riau.
Ditengah kebingungan karena kapal tak bisa diturunkan kelaut, salah seoarang datuk mencari Awang Garang dan memintanya datang kepulau itu. “ hai, Awang Garang! Bukankah telah engkau sumpah kapal itu agar tidak bisa melaut ?” tanya datuk kepada Awang Garang. “ turun kapal itu. Kalau tidak, hukuman berat akan engkau terima!” karena datuk menambahkan. “ baiklah, datuk. Saya bersedia menurunkan kapal itu, asalkan datuk memenuhi persyaratannya, “ jawab Awang Garang. “ iya, kami bersedia persyaratan yang engkau minta “ kata datuk dengan mantap dengan bertanya terlebih dahulu.
Maka Awang Garang pun mengajukan tiga syarat: “ pertama, berikan tiga puluh tujuh pemuda pembantu, lengkap dengan perkakasnya. Kedua, semua datuk dan batin harus menyaksikan penurunan kapal itu dengan mata tertutup. Dan ketiga, siapkan wanita yang sedang mengandung sulung, dan berpakaian tujuh warna. Tujuh wanita itu harus anak atau keluarga dari datuk atau batin itu sendiri. “ karena desakan waktu yang telah ditentukan sultan, maka datuk dan batin pun dan bersedia menerima syarat-syarat itu, walaupun dirasakan sangat janggal.
Setelah persyaratan dilengkapi, maka pada saat purnama, ketika air laut pasang, semua hadirin sudah datang, dan ditutup kedua matanya dengan kain. Awang garang memerintahkan kepada tiga puluh tujuh kepada dengan cara berbisik, sehingga tidak seorang pun tahu apa yang dibisikkannya. Tiba-tiba menjelang malam bunyi peralatan berlepuk –lepuk dan diiringi jerit dan raung dan tujuh wanita yang sedang mengandung sulung: “ Tolooong..........! jangan lindas perut kami perut kami! Tolooong!” tangis para wanita itu. Suara tangis mereka membuat semua yang hadir menjadi cemas, ngeri, dan gelisah.
lantang: “ semua pergi kelambung kapal.......Siaaap!dorooong!” pekik awang garang. “ Rrr.........Rrr.........,”suara lunas perahu bergeser. “Kwaaak.....! Kwaaak ..........! Kwaaak!” terdengar suara jerit bayi. “ Byuuur.........,” terdengar suara kapal terjebul kelaut. Para datuk dan batin membuka penutup matanya dan melihat apa yang terjadi: “ oh, rupanya memakai pohon yang dikupas kulitnya. Pakai galang kayu licin. Rupanya harus pakai galang, “ kata para datuk bergantian. Konon, kata” pakai galang. “ dipercaya sebagai asal nama pulau galang.
Sedangkan ketujuh wanita yang sedang mengandung sulung selamat semua. Mereka tidak digilas perahu seperti perkiraan para datuk dan batin, melainkan hanya dibaringka didalam lubang yang digali dibawah kapal. Wanita-wanita itu melahirkan tujuh bayi dibawah lunas kapal perang. Konon, delapan belas tahun kemudian, ketujuh bayi itu menjadi panglima penumpas lanun diperaliran riau. Mereka diberi gelar sesuai dengan warna pakaian yang dikenakan ibu mereka disaat mereka melahirkan, yaitu Panglima Awang Merah, Panglima Awang Jingga, Panglima Awang Kuning, Panglima Awang Unngu, Panglima Awang Hijau, Panglima Awang Biru, dan Panglima Awang Nila.
Ketujuh panglima itu menjadi satu kekuatan dikapal perang pimpinan Awang Garang yang bergelar panglima hitam elang dilaut bermata satu. Saat ini pulau galang dikenal sebagai bekas perkampungan pengungsi vietnam, dan termasuk salah satu pulau yang dihubungkan oleh jembatan BARELANG, singkatan dari batam, rempang, dan galang.
Lirik Lagu Melayu Siak, Himne Sultan Syarif Kasim 2
Himne Sultan Syarif Kasim 2
Syarif kasim sultan kerajaan siak sri indrapura
Sultan yang adil dan berwibawa berjuang bersama rakyatnya
Mewujudkan kejayaan negeri yang aman dan sejahtera
Utamakan kemakmuran bangsa untuk negeri semata
Pahlawanku pejuang sejati membela ibu pertiwi
Pahlawanku namamu abadi tak akan sirna selamanya
Syarif Kasim Walaupun tiada pusakamu tetap megah
Doa restu kepada ilahi engkau bahagia disisinya
Doa kami padamu ya robbi terimalah dia disisimu
Sejarah Singkat Kabupaten Siak
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor.
Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut tahta Johor.
Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri.
Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan. Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan.
Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir. Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889 ? 1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi.
Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan Belanda. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II). Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden. Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta.
Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968. Beliau tidak meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu. Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
Makam Sultan Syarif Kasim II terletak ditengah Kota Siak Sri Indrapura tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.
Diawal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.
Kapal Kato Kesultanan Siak
Kapal Kato Kesultanan Siak |
Akhirnya Danau Zamrud Siak Dikukuhkan Sebagai Taman Nasional
Sumber : GoRiau.com
Festival Siak Bermadah 2016 Kabupaten Siak
Tari Zapin |
Kemudian Provinsi Kalimantan Barat, Lampung, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau sebagai tim kesenian provinsi.
Sumber anatarriau.com, Rabu 28 september 2016
Daya Tarik Kerajaan Melayu Islam Siak Sri Indrapura
Empat remaja bermain di tepi Sungai Siak yang dibelakangi Masjid Raya Syahabuddin. Mereka memanjat pohon, saling siram, dan ejek. Saat azan berkumandang, para remaja yang berpakaian khas melayu itu bergegas masuk ke masjid. Jumlah jemaah meruah, mereka terpaksa shalat di halaman masjid bersama sebagian jemaah lain. Di antara mereka, terdapat dua warga Malaysia yang tengah berwisata dan turut shalat Jumat di sana.
Masjid Raya Syahabuddin selalu penuh sesak saat ibadah shalat Jumat. Masjid mungil dengan luas tapak 399 meter persegi ini merupakan salah satu bangunan kebanggaan masyarakat Siak.
Masjid Raya Syahabuddin dibangun pada 1926 semasa kejayaan Kerajaan Siak di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II. Makanya, masjid bercat kuning ini juga dikenal dengan nama Masjid Kerajaan Siak.
Di samping masjid inilah jasad Sultan Syarif Kasim II dan para permaisurinya dikebumikan. Karena itu, tempat ini kerap dikunjungi pelancong. Selain ingin menikmati keindahan masjid, mereka juga ziarah ke makam sultan. ”Sultan ini terkenal berwibawa, mempunyai ilmu agama yang tinggi, dan baik budi. Makanya banyak yang berdoa di dekat makamnya,” ujar Bupati Siak Syamsuar.
Sultan Syarif Kasim II berjasa memperkuat basis agama. Dia mendirikan dua Madsarah Taufiqiyah untuk murid pria dan Annisa untuk perempuan. Kedua madrasah ini berdiri sekitar 20 meter dari Istana Siak, tak jauh dari masjid tersebut.
Sampai sekarang, bangunan kedua madrasah itu masih utuh. ”Sekarang bangunan Taufiqiyah kami fungsikan sebagai sekolah taman kanak-kanak, sementara gedung Annisa menjadi Istana Peraduan,” kata Kepala Bagian Humas Kabupaten Siak Juarman.
Kerajaan Siak
Sultan Syarif Kasim II merupakan penguasa Kerajaan Siak terakhir. Jika dirunut, dia adalah sultan ke-12 sejak kerajaan Siak didirikan oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah.
Raja Kecik merupakan keturunan Sultan Johor (Malaysia). Namun, karena perebutan takhta, dia harus meninggalkan Johor semasa masih dalam kandungan ibunya. Ketika dewasa, Raja Kecik merebut kesultanan Johor dari kekuasaan Datuk Bendahara Tun Habib atau Sultan Abdul Jalil Riayat Shah. Namun, keturunan Datuk Bendahara Tun Habib kembali merebut kekuasaan Raja Kecik sehingga perang tak terelakkan.
Korban berjatuhan. Rakyat sengsara. Kedua pihak akhirnya sepakat membagi daerah kekuasaan. Raja Kecik mendapat bagian Siak dan menyingkir ke Buantan, daerah pedalaman Sungai Siak. Dari sinilah Kerajaan Siak Sri Indrapura dia dirikan, sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Setelah lima kali pusat pemerintahan pindah, Kerajaan Siak menetap di Siak. Istana Siak yang dibangun dengan arsitektur campuran Eropa-Arab-Melayu berdiri tegak di tepi Jalan Sultan Syarif Hasyim, Kabupaten Siak.
Wisata sejarah
Dalam istana ini, pelancong dapat menikmati kemegahan kerajaan melalui peninggalan-peninggalan yang ada. Peninggalan yang termasuk istimewa adalah cermin awet muda. Cermin ini selalu dipakai permaisuri untuk berkaca dan mempertahankan kecantikannya. ”Pantulan dari cermin dipercaya mampu mengurangi efek penuaan,” kata Zainuddin, Koordinator Istana Sultan Siak, yang bertugas menjaga Istana Siak.
Entah betul atau tidak cerita itu. Yang jelas, di setiap musim puncak kunjungan pelancong, kaum hawa kerap antre sampai belasan meter untuk berkaca di cermin awet muda itu.
Yang juga menarik adalah Komet, sejenis gramofon, yang berisi musik-musik instrumental klasik abad XIII ciptaan komponis terkenal, seperti Beethoven, Mozart, dan Strauss. Komet yang berbentuk lemari setinggi 2 meter ini dibawa oleh Sultan Siak XI dari Jerman pada 1896.
Sampai sekarang, Komet masih berfungsi. Piringan-piringan baja yang berisi aransemen musik-musik klasik itu masih sangat terawat. Menurut Zainuddin, Komet hanya ada dua di dunia, satu di Jerman dan satu lagi di Istana Siak.
Daya tarik budaya
Kedekatan Kesultanan Siak dengan Johor (Malaysia) menumbuhkan budaya serumpun. Ketika keturunan dan kerabat istana berserak dari Siak, Brunei Singapura, dan Malaysia, mereka dipersatukan oleh budaya. Pemerintah Kabupaten Siak melihat peluang itu dengan menggelar Festival Siak Bermadah setiap Oktober. Mereka mengundang perwakilan suku melayu dari Johor, Malaka, Perak, Singapura, Brunei, dan Betawi.
Festival Siak Bermadah ini seperti pesta rakyat. Warga dari sejumlah kecamatan dimanjakan dengan beragam lomba, seperti lomba tari kreasi Melayu, syair, tari tradisional Melayu, berbalas pantun, lagu melayu, dan adat perkawinan Siak.
Jumlah pelancong pada saat Festival Siak Bermadah mencapai puluhan ribu orang. Mereka datang dari sejumlah daerah perwakilan suku Melayu. Bahkan, tak sedikit yang datang dari Lombok, Bali, dan Jawa. Banyak Juga pelancong datang untuk mengenal silsilah keluarganya.
”Kami ingin tahu nenek moyang kami karena katanya ada nenek moyang kami dari Johor yang menjadi sultan di Siak,” kata Wan Abdul Hadi (34), pelancong dari Johor, Malaysia.
Infrastruktur
Setelah kemerdekaan, Siak hanyalah sebuah kecamatan, bahkan statusnya nyaris menjadi kelurahan. Lokasinya yang dikelilingi sungai menjadikan Siak sulit dijangkau. Namun, warga terus berjuang dan sejak 1999, Siak resmi menjadi kabupaten.
Siak yang berpenduduk 457.533 jiwa ini menyimpan potensi kekayaan alam luar biasa. Produksi minyaknya mencapai 114.600 barrel per hari. Data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak menunjukkan, Siak memiliki cadangan gas 22,5 miliar kaki kubik (BCF).
Dari hasil minyak ini, pemerintah terus memoles Siak sehingga semakin bersinar. Jalan berupa tanah gambut disulap Pemkab Siak menjadi jalan aspal mulus. Anggaran yang mereka keluarkan mencapai Rp 300 miliar per tahun.
Untuk memudahkan jangkauan pendatang, Pemkab Siak membangun beberapa jembatan. Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah, sepanjang 1,5 kilometer, menghabiskan dana Rp 390 miliar. Jembatan ini menghubungkan pusat kota dengan jalan utama menuju Siak.
Jembatan lainnya adalah Jembatan Sultan Syarif Hasyim di Kecamatan Tualang yang menelan biaya Rp 191 miliar serta Jembatan Raja Kecik di Kecamatan Sungai Apit dan Sabak Auh. Semua jembatan tersebut memudahkan mobilitas pelancong dan warga Siak. Jika dulu pendatang harus naik kapal untuk menjangkau Siak, kini bisa dengan menggunakan alat transportasi darat.
Siak yang berjarak sekitar 120 km dari Pekanbaru dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan umum kapal. Tarif angkutan umum Rp 30.000, sementara kapal Rp 60.000. Jika bersama keluarga atau teman, sebaiknya menggunakan mobil pribadi atau mobil sewaan. Sebab, di Siak nyaris tak ada angkutan umum, kecuali becak yang jumlahnya tak lebih dari 30 unit.
Jarak Siak dari Singapura hanya 150 km. Pelancong dari Malaysia dan Singapura biasanya naik kapal dengan waktu tempuh empat jam. Pemkab Siak membangun tiga pelabuhan, yakni Pelabuhan Buatan, Pelabuhan Perawang, dan Pelabuhan Siak Sri Indrapura.
Jika bosan dengan wisata sejarah dan religi, cobalah wisata alam Siak. Sekitar 50 km dari pusat kota terdapat Danau Zamrud yang masih perawan. Tantangannya, pelancong dipaksa memasuki belantara hutan gambut dengan perahu tradisional, melewati anak sungai untuk menjangkau Danau Zamrud. Tempat ini sangat nyaman untuk memancing atau sekadar menikmati udara segar
Baca Juga : Sejarah Singkat Kabupaten Siak