Lewat film The Himalayas, membuang sejanak gambaran bahwa Korea adalah kiblat girls band dan boys band. Dalam film petualangan ini, kamu tidak akan melihat kaka cantik dan ganteng menari-nari bersama. Sebaliknya, kamu akan melihat wajah Korea yang lusuh dan penuh kelelahan.
Sebab, dalam film ini, sutradara Lee Seok-hoon ingin menggambarkan bagaimana kehidupan seorang pendaki ketika berada di gunung, jarang mandi, muka lusuh dan penuh dengan garis rasa lelah.
Memadukan unsur komedi yang mampu membuat kamu terpingkal-pingkal, konflik yang membuat tegang dan romantisme yang membuat terhanyut. Tiga unsur yang mampu mengaduk-aduk emosimu saat menonton film The Himalayas, dari detik pertama sampai berakhirnya film.
The Himalayas adalah film yang memberitahu kita bahwa Korea pun memiliki pendaki legendaris yang hebat, yakni Uhm Hong-gil, dia telah menyelesaikan 14 puncak tertinggi dan menjadi orang pertama di Asia kala itu.
Namun tetap saja, sajian utama dalam film ini adalah tentang persahabatan antara Uhm Hong-gil dan Park Moo-taek yang terjalin saat di atas gunung. Kisah persahabatan ini berawal dari pertemuan keduanya di gunung Everest.
Mula-mula Uhm Hong-gil menyelamatkan rombongan Park Moo-taek yang dihantam badai salju di gunung Everest. Setelah berhasil, kemudian Uhm Hong-gil memperingati Park Moo-taek untuk tidak naik gunung lagi!. Namun, bukannya mengindahkan peringatan itu, Park Moo-taek malah mendaftar menjadi anggota pendakian gunung K2 yang dipimpin oleh Uhm Hong-gil. Setelah membujuk dengan keras, akhirnya Park Moo-taek diterima dengan syarat dia mau digembleng dan dididik terlebih dahulu.
Penggemblengan pun dilakukan, mulai dari mendaki gunung sambil memikul berat beban berupa sampah, disimpan di tempat dingin, hingga push-up sambil dinaiki oleh Uhm Hong-gil. Pendakian gunung K2 pun dikerjakan dan ternyata pendakian itu melahirkan cemistery di antara keduanya, semalaman, mereka berdua terjebak dalam badai salju.
Waktu terus berjalan, persahabatan anatara keduanya semakin dekat, Uhm Hong-gil mengalami cedera di bagian kaki kanan dan berhenti dari dunia pendakian, dia bekerja sebagai dosen. Sedangkan Park Moo-taek berubah menjadi pendaki hebat yang tersohor. Hingga suatu hari dia dipercaya menjadi pemimpin pendakian di gunung Everest.
Namun naas, di tengah pendakian Everest-nya, Park Moo-taek dihadang oleh hantaman badai salju, penglihatannya terganggu dan dia memutuskan untuk menetap di tengah badai salju yang sedang mengamuk di atas Everest seorang diri. Banyak orang yang mengatakan bahwa Park Moo-taek sedang menunggu ajalnya di sana. Tidak ada orang basecamp yang berani naik untuk menjemputnya.
Baca juga: 6 film pendakian Indonesia terpopuler
Di tempat berbeda, Uhm Hong-gil pun mendengar tentang kabar itu. Inilah scene yang paling mengharukan, saat sisi kemanusiaan diangkat dalam film ini, saat Uhm Hong-gil memutuskan untuk melakukan misi penyelamatan.
Dengan keadaan kakinya yang tidak sepenuhnya sehat, bahkan orang-orang mengatakan 'mengurus sendiri saja kau tak mampu, apalagi mendaki gunung Everest dan membawa Park Moo-taek turun'. Tapi Uhm Hong-gil malah mengatakan 'dia tidak mungkin sendirian di atas, aku harus membawanya turun, baik dalam keadaan hidup atau mati. Aku akan berangkat meskipun sendirian'.
Akhirnya misi pun berhasil, jasad Park Moo-taek ditemukan. Namun sayang, beratnya medan tidak memungkinkan untuk membawanya turun. Pada akhirnya Park Moo-taek terbaring selamanya di tempat berwarna putih yang dipenuhi sinar matahari, di gunung Everest.
Datang bersama, pulang juga harus bersama. Seorang diri kedinginan, mana boleh?. -Park Moo-taek
Akhirnya film petualangan rasa komedi ini harus berakhir dengan naas, saat detik-detik terakhirnya, Park memandangi foto istrinya yang menjadi alasan baginya untuk turun kembali dari gunung.
Film ini juga memperlihatkan bagaiamana prinsip hidup orang-orang Korea. Mereka akan terus berupaya dalam meraih cita-cita, memenuhi janji dan menjaga persahabatan, meski nyawa yang menjadi taruhannya.
No comments:
Post a Comment